- Cara Habib Syech Membela Nabi -
Ada yang luput dari
perhatian media massa soal pembelaan terhadap Nabi Muhammad. Yang umum
adalah demo, barisan manusia yang bergerak, mengacungkan pamflet dan
teriakan yang hingar-bingar. Mungkin ini yang menjadi selera media
sehingga dianggap sebagai laporan utamanya. Sementara di seberang sana,
lautan manusia yang konsisten (istiqamah) memuji dan bershalawat kepada
Nabi Muhammad justeru luput dari mata media. Pun mereka bershalawat
memang tidak untuk "nampang". Bahkan liputan dianggap mengganggu
keikhlasan bershalawat. Cara ini yang ditempuh Habib Syech Abdul Qadir
Assegaf—yang biasa disebut Habib Syech dari Surakarta, Jawa Tengah.
Majelis Shalawat
Habib Syech adalah fenomena saat ini. Kalau dalam istilah dan pujian
orang-orang tua, beliau dianugrahi "suara Nabi Dawud". Konon kalau Nabi
Dawud mendaras pujian pada Tuhan, semilir angin berhenti, ranting
bergeming, burung-burung menyimak tak berkicau. Suara Habib Syech
menyihir pendengarnya, mengikuti bacaan shalawat yang dilantunkan yang
semuanya sudah dihafal. Jemaah dan santri Habib Syech membentuk Syecher Mania Club (SMC), jejaring fans club anak-anak muda yang maniak shalawat.
Suara Habib Syech
empuk dan merdu, dengan ciri khas cengkok yang aduhai membuat
pendengarnya menggigil bak tersengat demam rindu yang membara. Bacaan
shalawatnya yang paling terkenal Salamu-l Mubin kini menjadi penghantar
orang shalat selepas adzan. Terdengar di langgar dan masjid yang umumnya
selepas adzan Maghrib.
Shalawat dibaca
bukan hanya karena dianggap kewajiban agama dalam bacaan shalat, juga
berguna untuk menawar penyakit hati, meneguhkan iman dan menguatkan
keramahan. Shalawat identik dengan damai dan perdamaian. Di Mesir saya
sering melihat kalau ada dua orang bertikai di jalanan, akibat benturan
tidak sengaja, orang yang berpapasan akan menghampiri mereka yang
bertikai itu dan berseru shalluu ala-n Nabi (bershalawatlah pada Nabi).
Shalawat adalah penawar kemarahan dan kebencian. Yang bertengkar pun
buru-buru mengucapkan shalawat, mulai sadar diri, dan mereka berdamai
yang tak jarang diakhiri dengan pelukan.
Bacaan shalawat
memang mengandung keintiman dan kemesraan dengan Nabi. Para penganggit
shalawat dan pembacanya memandang Nabi Muhammad sebagai kekasih dan
pujaan yang membuat mabuk dan tergila-gila. Majelis Habib Syech pun
bernama Ahbab al-Musthafa yang artinya “Para Pencinta Nabi Muhammad”.
Perhatikan juga
terjemahaan dari shalawat Salam Mubin yang kini terkenal, Doa dan salam
yang terang/untukmu Rinduku titik (dari semua) penetapan/Nabi adalah
asal-muasal dari penciptaan/dari zaman “Kun Fayakun”hai Rinduku/Hai kau
yang datang sebagai pengingat kebenaran/penolong dan petunjuk jalan
kebenaran/hai utusan Allah yang wajahnya memancar cahaya/hai yang datang
dengan kebenaran yang terang/shalawat tiada henti tercurah
kepadamu/bagaikan wewangian semerbak yang terhadiahkan untukmu.
Habib Syech
melantukan pelbagai shalawat yang rata-rata sudah dihafal oleh
masyarakat pencinta shawalat. Misalnya Shalawat Badar yang terkenal di
kalangan NU yang disusun Kiai Ali Manshur dari Banyuwangi. Kutipan dari
Qasidah Burdah yang dianyam al-Bushiri sebagai hadiah kepada Rasulullah
karena ia sembuh dari sakitnya setelah didatangi oleh Nabi Muhammad. Ya
Rabbi bil Mushthafa balliqh maqâshidana/wa-ghfir lana ma madla ya
wasi’a-l karami Tuhanku dengan (perantara) ia yang Terpilih (Nabi
Muhammad) sempurnakan tujuan-tujuan kami/ampuni dosa-dosa kami yang
lalu, wahai Kau yang Mahamulia.
Shalawat-shalawat
lain yang dibaca dipetik dari al-Barzanji, al-Dibâ’î, dan lain-lainnya.
Termasuk kidung-kidung berbahasa Jawa yang berisi ajakan menyambut
panggilan moral agama yang luhur, mengabdi pada Allah dan Rasul-nya dan
berbuat baik terhadap sesama. Dalam kidung ini juga mengandung
sindiran-sindiran halus bagi mereka yang lupa diri.
Bacaan yang juga
masyhur dari Habib Syech adalah “Syi’ir Tanpo Waton” yang dikenal
“Shalawat Gus Dur”. Ternyata syiir ini karangan Gus Nidzom as-Shofa dari
Krian, Sidoarjo. Gus Nidzom memiliki suara yang mirip dengan suara Gus
Dur, berat dan serak. Akeh kang apal Qur’an Haditse, seneng ngafirke
marang liyane, kafire dewe dak digatekke, yen isih kotor ati
akale—Banyak yang hapal Qur’an dan Haditsnya, senang mengkafirkan orang
lain, tapi kafirnya sendiri tak dihiraukan, jika masih kotor hati dan
akalnya.
Siapa pun yang
hadir dalam majelis Habib Syech akan merasakan limpahan energi yang
positif. Mendengarkan lantunan shawalat-shawalat yang dibawakannya
menyegarkan rasa dan fikiran. Suara merdu Habib Syech melekat dalam
ingatan yang membedakannya dari tokoh agama yang posternya hanya
menancap di baleho-baleho pinggir jalan. Bagai deru ombak dan angin di
lautan yang luas, alunan shalawat tak menghiraukan dan mampu meredam
kesumbangan suara terhadap Rasulullah. Hinaan itu seperti teriakan orang
yang mencoba cari perhatian di pantai, tak terdengar sama sekali.
Nabi Muhammad yang
dipercaya sebagai Rasul Allah oleh lebih 1.6 milyar orang di dunia, yang
mayoritas membaca syahadat kerasulan Muhammad dan shalawat padanya lima
waktu sehari semestinya mampu meredam dan tak hirau dengan cemoohan
yang datang dari satu, dua orang pelaku yang bodoh.
Gerakan shalawat
yang dibawakan oleh Habib Syech dan majelis-majelis shalawat lainnya
adalah lautan yang menunjukkan keagungan, kemuliaan, dan cinta pada Nabi
Muhammad yang tak bisa mudah berubah, meskipun ada orang yang
mencoba-coba misalnya meludah ke dalam lautan.
Cahaya ajaran
Rasulullah pun tak kan bisa dihalang-halangi, karena kekuatan cahaya
itu, seperti dalam kutipan al-Barzanji—kau matahari, kau bulan purnama,
kau cahaya di atas cahaya.
"Saat orang bicara buruk mengenai kita, padahal kita tidak pernah mengusik kehidupan mereka, itu pertanda bahwa kehidupan kita sebenarnya LEBIH INDAH dari mereka". [Habib Syekh AA]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar